Tentang Ibu



Bicara tentang perempuan pelipur lara memang tak akan pernah habis. Ya, tentang Ibu. Wanita hebat, perempuan pejuang, segala daya upaya ia kerahkan. 

Ibu adalah sosok yang membuat saya tidak takut melangkah, meski jalan yang saya lalui tak selalu mulus. Ibu adalah sekolah pertama tempat saya belajar menjalani titah sebagai makhluk hidup. Ia beri saya contoh nyata tentang pentingnya memiliki daya juang menghadapi tiap-tiap ujian.

Ibu adalah perempuan paling tegar yang pernah kutemui selama hidup. Guru yang mengajarkan saya makna hidup. Guru yang mengajarkan tentang pentingnya bersyukur, dan tak melupakan Sang Pencipta.

Dibalik hebatnya Ibu, ia seakan tak mau terlalu mengumbar duka pada anaknya. Meski pun lukanya menganga, ia coba bertahan untuk mengobatinya sendiri, menyembuhkannya seorang diri. 

Ia mencoba menunjukan yang terbaik. Meski terkadang ada tangisan pilu dibalik senyumnya.

Dok.pribadi

Seperti hari itu, kala Ibu seakan tak kuasa menahan diri, tangisnya tumpah dibalik suaranya yang parau. Percakapan tanpa tatap muka, kudengar dari balik telepon ia tersedu. Saya terpaku mendengarkan tangisnya lama, dengan mata ikut berlinang. Waktu itu rasanya ingin sekali duduk disebelah Ibu, lalu memeluknya erat. Sambil berbisik pelan, "Jangan khawatir Bu, ada Tuhan yang selalu mendengar pinta Ibu."

Apa daya, jarak kami terlalu jauh untuk bisa duduk bersebelahan malam itu. Terbentang jarak, dan hanya bisa mendengar suaranya saja.

Ketika tangisnya reda, Ibu mencoba bangkit.  Ia beri satu petuah pada saya tentang pentingnya bersyukur dan tidak putus asa. Dua hal yang selama ini terus Ibu doktrinkan kepada saya. Itulah mengapa saya amat sangat bangga pada Ibu. Meski ujian silih berganti mampir, Ibu adalah sosok bijaksana yang tak gampang kendor semangatnya. Dan itu ia tularkan terus, hari ke hari kepada kami anak-anaknya. 

Kini dua tahun sudah kita belum bertemu Bu, rindu ini kian menumpuk, ingin rasanya mencium punggung tanganmu seperti ritual dulu saat akan pergi sekolah. Ingin rasanya memeluk erat Ibu, menghapus air mata Ibu, membuatkan kopi untuk Ibu. Kerinduan ini begitu kentara.

Restu Ibu adalah kekuatan yang membuat saya bertahan. Sebab sesudah kesulitan ada kemudahan. Semoga Rabbi selalu menjaga langkah kita, kini, dan nanti.


Jakarta, 8 Oktober 2017


Komentar

Posting Komentar