Cerita Pria Hebat yang Mengunci Dukanya Rapat

Pagi itu, aku menjemputnya di terminal. Tubuh tinggi dengan ransel serta tas jinjing mini sudah menanti di pinggir, dia seperti sudah sadar motorku hampir sampai di hadapannya.

Kami bersapa sekena, lalu aku memintanya duduk dibelakangku. Aku menyisir jalan T.Nyak Arif Kota Banda Aceh dengan kecepatan di atas 40 km/jam, soalnya dia tak pakai helm, bisa gawat kalau kami ditilang pagi hari.

Sampai di rumah kontrakku, ku persilahkan dia mandi dan bersiap-siap. Aku pun izin sebentar untuk lari ke rumah kepala desa, minta izin darinya bahwa ada pria yang datang ke rumahku. Maklum, mau saudara atau bukan, lokasi tempat kosku itu mewajibkan aturan demikian, setelah kasus anak kosan belakang rumah yang ketahuan memboyong pria masuk kamarnya, rasanya wajar bagiku aturan 'wajib lapor' itu berlaku.

Kembali ke rumah usai membeli sarapan seadanya, pria itu sudah siap memakai kaos putih, pinggangnya sudah melingkar gesper warna hitam. sudah rapi, sahutku.

Dia lahap memakan nasi uduk, mungkin saja semalaman berangkat dari Lhokseumawe- Banda Aceh, perutnya belum mencerna makanan. Tak lupa membereskan berkas yang akan di bawa, kami pun kembali menyisir jalanan. kali ini lebih dekat dengan rumahku. Tujuan kami, gedung Polda Aceh.

Alhamdulillah, dia dinyatakan lulus administratif dan diminta lanjut tahap berikutnya. Pria itu mencoba peruntungan menjadi bagian dari angkatan negara. Cita-cita lamanya.

Agar dekat dengan lokasi tes, kami mencari lokasi kos harian dan ketemu. Sayangnya kamar tak diberi fasilitas kasur, aku mencari ide dan syukurlah teman dekatku yang tinggal di daerah sekitar mau meminjamkan kasur lipatnya yang kebetulan ada dua. Lega sudah.

Hari berganti, satu persatu tantangan tes ia lewati, pria itu mulai yakin untuk bisa terus maju. Melewati tes demi tes.

Terus terang aku menaruh kebanggaan melihat kegigihan dia. Darinya aku tahu, dulu ia pernah bekerja di sebuah gudang super market, bertugas mengangkat barang. 

Ah, pelik yang ia rasa membuatku malu sendiri,  dahulu dia yang sudah kehilangan dua pelipur hati, masih saja semangat menapaki hari.

Ayah yang ia sayangi telah berpulang, lalu menyusul Ibunya yang menderita sakit kronis, betapa ujian Tuhan benar-benar membuatnya terpukul, namun tidak membuatnya patah arang.Lantas, saat semangatnya sudah membumbung tinggi, Tuhan berkata lain untuk rute yang baru setengah arus ia sebrangi, di tahap  kesekian,namanya tak masuk nominasi. Aku yakin waktu itu ia tengah terpukul, namun sayangnya aku tak hadir di sebelahnya, ada tugas ke luar daerah yang membuatku hanya terpapar kabar tak enak itu dari suaranya di seberang. Malam itu juga, ia memesan tiket mobil sendiri, memutuskan pulang ke kota kelahiranku, Lhokseumawe.

Hari berlalu begitu cepat, rupanya semangat menjadi angkatan tak surut dari sanubari. Ia pun berniat menjadi salah satu angkatan negara di kubu berbeda. Namun, impian itu pupus saat biaya sekali lagi ibarat hutang yang melilit pinggang. Terpaksa, ia putuskan untuk berhenti. Pihak kerabat pun tak satupun yang sanggup memberi rupiah, masa sulit di mana setiap orang terbelenggu ego untuk menuntaskan urusan masing-masing.

Saat roda waktu terus saja bergulir, kini aku tak lagi bisa menjangkaunya seperti dulu. Yang kutahu dia mulai berusaha bekerja.

Foto dok pribadi
Lalu kemarin, saat Ibu menyapaku dari balik telepon, aku terdiam lama mendengar kabar duka. Pria itu baru saja celaka, mobil seorang angkatan negara berhenti mendadak dijalan,lalu dia tak kuasa mengatur kecepatan motor yang ia tumpangi. Oh Tuhan, aku mendengar tangannya cedera, lepas dari saraf yang dulu menyatu padu.
oh Tuhan, Aku hanya bisa menelan air mata yang beranjak dari ujung mata kanan lalu merayap ke bibir dan seketika tertelan. 

Liku yang ia hadapi membuatku tertegun Tuhan, sampai kini ia masih semangat mengikuti terapi tangan, berharap Engkau kembali menyempurnakan organnya. 

Wahai pria hebat, kuakui dirimulah yang terbaik. tak ingin repotkan yang lain, kau coba tempuh jalan sendiri dengan kekuatanmu.

Wahai pria hebat, aku mencontoh semangatmu untuk bertahan, di masa genting ini kau masih berusaha untuk sembuh, berusaha untuk memperbaiki kepingan hari dan menyusunnya menjadi utuh lagi.

Wahai pria hebat, maaf jika aku menulis kisahmu ini, aku berharap kesembuhanmu kelak akan warnai hari barumu.  Kau masih punya pensil warna yang bisa menggambarkan kebahagiaan. Gambarlah bahagia yang kau mau, dengan pensil warna yang kusebut semangat. Ya, semangatmu adalah pensil warna ajaib yang bisa menggores rute baru yang lebih menawan dari kemarin. percayalah pria hebat, kau pasti bisa.

~~~~~~~
14 November 2015

Komentar

Posting Komentar