Salam Sejahtera dari Kakek Tua

Di mesjid berkubah megah itu, saya duduk menyendiri tatkala muazin masih mendayukan azan ashar. Mukena sudah terpakai dengan rapi, bersiap menanti imam mesjid memimpin jamaah shalat wajib empat rakaat. Ini adalah kali pertama saya shalat di mesjid itu, bangunan yang berdiri berpas-pasan dengan sebuah SD, tak heran jika serambi mesjid ini sering dijadikan tempat rehat para siswa sembari menunggu jemputan orang tua mereka sepulang sekolah.

Saya memilih shalat di mesjid ini karena lokasinya yang dekat dengan tempat saya mengajar, karenanya saya memutuskan untuk shalat ashar di sini sebelum tiba di lokasi belajar. Hanya sendiri, saya duduk beralaskan karpet sajadah di dederetan shaf perempuan. 

Satu persatu jemaah laki-laki memasuki pelataran mesjid, dari yang muda hingga yang usianya kian lanjut. Terbesit rasa tenteram di hati saya, betapa terik mentari hari itu tak menyurutkan niat mereka untuk menghampiri rumah Allah, inilah karunia sederhana yang sering hadir di tengah-tengah kehidupan kita, dan sebenarnya karunia seperti inilah yang  harus selalu kita syukuri keberadaannya.

gambar : ibrahimradio.com

Ketika iqamah telah dikumandangkan, seorang kakek tua menyapa saya dengan salam. saya melihatnya mengangkat sebelah tangan kanannya mengucap doa penuh sejahtera pada saya. Dalam bahasa Aceh yang khas, sang kakek memberitahu arah kiblat saya yang ternyata keliru. "Neutarek mantong sajadah droe lagee arah gareh itam nyoe beuh, sabab kiblat bak mesjid nyoe kon keunoe arah jih," kira-kira begitulah tutur kata si Kakek menegur saya dengan kalimatnya yang tenang. Dia meminta saya menyamakan posisi karpet sajadah sesuai garis hitam (berupa tempelan lapban) ke arah serong kanan, dengan begitu kiblat saya jadi sesuai dengan imam dan jamaah kaum adam yang tertutup kain pembatas di depan sana. 

Betapa bahagianya saya, sebelum memulai shalat, seorang hamba Allah yang baik hatinya mau bersusah payah memberitahu saya lewat langkah kakinya yang  tergopoh-gopoh. Dari sejumlah orang yang lalu lalang di serambi mesjid, hanya si Kakek yang datang memberi tahu saya tentang arah kiblat yang harus saya sesuaikan. Di usianya yang senja, sopan santun, adab berbicara, juga tuturnya adalah hal terbaik yang melekat dalam diri si Kakek tua yang baik hati itu. Saya masih ingat gaya berpakaiannya yang sederhana, kopiah hitam polos, berkemeja putih, lalu kain sarung yang menggantung di atas mata kakinya. Kakek itu telah memberi saya inspirasi tentang makna saling mengingatkan satu sama lain. 

Hari itu saya belajar satu hal dari pesan sederhana yang dimunculkan sang Kakek, betapa saling memberi salam baik itu tua maupun muda adalah suatu tindakan terpuji, selain karena mencontoh adab Rasulullah SAW, memberi salam adalah memuliakan diri siapa pun, karena salam sejahtera hadir untuk siapa saja yang menginginkannya dengan hati ikhlas. 
Wallahualam.

Banda Aceh, Senin 23 Februari 2015

Komentar