Menjadi Amazing Indonesia

Tidak banyak informasi yang saya tahu tentang desa kecil bernama Selandaka, salah satu desa yang terdata dalam situs wikipedia Indonesia yang baru saya buka semalam. Selandaka terletak di Banyumas,Jawa Tengah. Pada Maret 2013, Penduduk Selandaka hiruk pikuk memadati sebuah rumah sederhana, tempat kelahiran salah satu atlit nasional kebanggaan Ibu Pertiwi. Warga merayakan kemenangan pria 27 tahun itu di ajang Turnamen All England. Tontowi Ahmad di arak warga, dari Kompas.com yang saya baca, Ayah Owi, Husni Mujahiddin mengaku satu hal pada media besar tersebut.  Ia  bangga pada Owi, tak menyangka anak bungsunya sudah ternama di mata dunia.

Ternyata, desa kelahiran yang terkadang terlupakan oleh zaman kembali menjemput eksistensinya karena peran penduduknya sendiri. Selandaka yang dulu tak di kenal, kini muncul namanya di media massa. Saya membuktikannya sendiri, saat sibuk mencari keyword Tontowi di google, mesin pencari informasi raksasa itu pun tidak berani berdusta, kata Selandaka terus membayang-bayangi nama Owi di hasil pencarian google. Hebat, Owi si atlet ganda campuran badminton Indonesia, tidak sia-sia mengharumkan desa kelahirannya.


source: google.com/images


Jujur saja, Owi dan pasangan setianya Liliana Natsir atau Butet, menjadi ganda campuran favorit saya sejak menyaksikan aksi mereka tahun lalu di All England Turnament. Mereka jeli mencari peluang untuk memenangkan pertandingan melawan kubu China, bahkan kerjasama mereka yang apik menjadi pertanda bahwa Owi dan Butet tidak main-main mendedikasikan kemenangan untuk Indonesia.

Bicara tentang Butet, saya sendiri terkejut pada awalnya melihat gaya tomboy dan maskulinnya sebagai seorang atlit perempuan cabang bulutangkis. Potongan rambut pendeknya yang khas, lalu sorot mata Butet yang tajam setiap mengikuti pertandingan, adalah ciri khas wanita asal manado itu. Panggilan Butet sendiri ia dapatkan saat bergabung dalam klub bulutangkis PB di Jakarta, Butet diasramakan selama beberapa waktu secara mandiri, dan di sanalah ia bertemu rekan-rekannya dari Sumatra Utara sebagai oknum-oknum yang memberi nama "Butet" padanya.

source: google.com/images

Saya menemukan tulisan salah satu warga kompasiana.com yang bercerita tentang reportasenya bertemu Butet tahun 2013. Dari tulisannya itu saya kembali terhenyak ketika tahu Butet adalah pribadi yang mudah menangis (alias cengeng :D ) ketika pertama kali masuk klub PB di usianya yang ke 12 tahun. Butet meminta Ibunya untuk dapat menemaninya di Jakarta dalam beberapa waktu. Well, Liliana Natsir juga manusia biasa kok, lumrah saja kalau dia juga mudah berair mata. She's girl, meskipun wajah maskulin Butet tetap tidak bisa disembunyikan.^^

I will always support them for Indonesia. Medali perak yang mereka terima malam ini adalah anugrah yang harus disyukuri pada laga Asian Games 2014 Incheon. Bukankah perjuangan mereka harus dirayakan dengan sikap optimis? Yess, Indonesia still has more chance for chage the winner after. Biar pun kita kalah dari kubu Tiongkok, Owi dan Butet sudah mengerahkan kemampuan terbaik mereka menjaga marwah negerinya. Saya sendiri merinding disko saat supporter Indonesia sibuk menyemangati atlit-atlit badminton Indonesia yang bertanding di Incheon, Korea Selatan. 

"Indonesia Bisa,"
"Bisa, bisa , bisa"
"Habisin,,,,"
"In..do.ne..siaa.."


source: google.com/images

Incredible pokoknya untuk semua supporter Indonesia yang hadir menyemangati atlit kita. Bahkan saya terharu dan sempat mewek (hehe..) saat ganda putri  Greysia Polii dan Nitya Krishinda Maheswari berhasil menyabet medali emas pertama untuk Indonesia di ajang Asian Games 2014. Finally,  Ayaka dan Misaki dari Jepang yang menjadi lawan tangguh Polii dan Maheswari pada akhirnya mampu ditakklukkan oleh dua putri terbaik negeri ini. Detik-detik babak akhir Pollii dan Maheswari hari minggu kemarin adalah momen menegangkan bagi saya, rasanya mata ini gak mau lirik kiri-kanan sangking was-wasnya menanti hasil akhir yang akan dibawa pulang dua putri Indonesia itu. Keberhasilan yang diraih Polii dan Maheswari, membawa Indonesia merubah posisi 20 menjadi 17 untuk peringkat sementara pada 27 September 2014.

Jujur saja, pertandingan Polli/Maheswari kemarin begitu sengit, bahkan mengundang komentator lapangan saat itu mengoceh tak percaya. "It's truly amazing,,," katanya ketika bola tidak diberi kesempatan untuk jatuh ke kubu Polii dan Maheswari. Dan lagi, supporter Indonesia tetap hiperbola menggemakan teriakan "Indonesia" untuk menyemangati keduanya. saya setuju deh sama mister komentator, ini benar-benar amazing.

Keduanya mengukir prestasi menawan, berhasil membawa pulang emas pada cabang bulutangkis ganda putri setelah 36 tahun lamanya menanti. Ya, pasangan Verawaty Fajrin/Imelda Wiguna adalah mereka yang pernah meraih emas pada Asian Games 1978. And now, Polii and Maheswari return :) 

Mereka yang berhasil bukanlah hanya Owi, Butet, Polii, atau pun Maheswari. Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan, lalu  Jordan dan Debby Susanto juga seluruh atlit-atlit terbaik Indonesia dari berbagai cabang olahraga yang berangkat ke Incheon adalah mereka yang menanamkan semangat optimisme, bahwa Indonesia adalah prioritas utama, bahwa Indonesia adalah tujuan utama mengapa mereka mau hadir ke ajang terbesar itu.

Optimis adalah semangat yang harus ditularkan pada Indonesia, dan hari ini atlit-atlit kita sudah mencoba menularkannya pada kita. Ketika hari ini SBY dan rumah birunya tengah dicerca massa, lalu aturan Pilkada yang menuai opini membunuh demokrasi bangsa, maka berikan ruang untuk nafas optimis yang dilahirkan para atlit Ibu Pertiwi hari ini sebagai candu yang mampu mendorong Indonesia tidak tidur dalam ketimpangan, bangkit melawan penindasan, mengbumihanguskan korupsi, agar ke depan ketika komentator pertandingan turnamen di luar sana tidak ragu-ragu lagi berkata, "It's truly amazing Indonesia," siapa yang tidak bangga dan bahagia ketika negeri yang diberi stempel negara lain dengan tingkat korupsi akut ini berhasil lolos dari candu korupsi yang bisa dilawan bangsanya sendiri.

Ayo Indonesia bisa,
Indonesia, Indonesia ^_^

Komentar