cerita di stasiun kereta tua


Tidak, mereka terlalu cepat mengambil kesimpulan. Aku dan dia saling kenal sudah terbilang lama, 3 tahun yang silam, waktu kereta api terakhir berlalu meninggalkan aku dan dia yang terlambat menumpanginya. Aku dan dia tidak bicara saat itu, hanya menggerutu kesal, mencoba bermimpi kereta api dapat mundur kembali lalu mengizinkan kami masuk ke dalamnya. Tidak! Aku dan dia tidak mendapatkan mimpi itu, aku dan dia kembali pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan kecewa.

sumber gambar : http://farm9.staticflickr.com


Tidak, mereka sok tahu menganggap dia bersalah waktu itu.  Dia tidak berbohong, dia berkata jujur, aku mendengar dan melihatnya, tentu mereka salah menuduhnya si pembohong. Tidak, dia tidak melafazkan kalimat tipuan saat itu. Aku berani bersumpah dan percaya dia.

Ya, mereka benar mengakui peristiwa itu. mereka tidak lagi keliru menganggap dia berbohong, atau menganggap dia orang yang tidak berbudi. Aku kenal dia sudah terbilang lama, 3 tahun yang silam, waktu kereta api terakhir berlalu meninggalkan aku dan dia yang terlambat menumpanginya. Saat berjalan pulang menuju rumah, dia ceritakan pilu yang ia rasa padaku, tentang rasa yang tak terbalas, tentang perjuangannya mengejar yang tak dapat dikejar, gadis idaman yang pergi menumpangi kereta api itu, pergi jauh ke suatu tempat yang tak dia tahu. Dia lebih menyedihkan dari kisahku. Tak mengapa jika harus tertinggal kereta api karena hari itu aku terlambat bangun, tapi dia? Dia begitu berduka, hari itu aku sungguh iba dan simpati pada dia. Dia yang telah kehilangan seseorang.

Ya, mereka tidak salah lagi. Mereka berkata yang telah terjadi. Sejak berkenalan hampir 36 bulan itu, dia mengajakku pergi ke suatu tempat, dia bilang tempat itu tempat terindah yang akan membuatku bahagia. Aku dan dia pergi ke sana, menikmati semilir angin, menikmati sore yang teduh, memandangi mentari yang sesaat lagi akan tenggelam. 

Aku tidak lupa kalimat terakhirnya, waktu itu matahari semakin terperosok siap menghilang, dia tersenyum lama padaku, mengatakan kalimat indah yang tidak pernah aku bayangkan. Tiga tahun silam, aku menemukannya berduka di stasiun kereta. Dan hari ini, aku menemukan dia paling bahagia sedunia.

Ya, mereka juga tahu, dia dan aku akan menikah dan membuka lembaran baru kehidupan, berdua merajut asa, menggapai mimpi-mimpi, saling mencinta, dan mengubur masa lalu yang pelik sebagai teguran kehidupan.

Dia dan aku, aku dan dia, 25 tahun yang lalu sejak kami bertemu di stasiun kereta, rambutnya perlahan memutih, begitu juga aku. Aku tak percaya keajaiban ini nyata bagiku dan dia. Tentang kesetiaan hingga tua, tentang cinta yang bertahan lama, tentang kasih sayang dua insan yang pertama kali bertemu di stasiun kereta.  

Sebelum dia jatuh sakit, cucuku mengantarkan aku dan dia ke lokasi stasiun kereta dulu, awalnya aku tidak percaya kenyataan, tapi inilah realita yang tampak dihadapanku dan dia. Aku dan dia tidak menemukan besi-besi tua yang mereka sebut rel kereta, aku dan dia tidak menemukan kursi-kursi usang tempat kami duduk saat menunggu kereta. Aku dan dia kecewa, tidak menyangka ada bangunan pencakar langit yang berdiri gagah di lokasi stasiun, bangunan itu menghilangkan kereta-kereta tua, menimbulkan rasa sedih aku dan dia, dan membuat aku dan dia meminta maaf pada sang cucu. Ya! aku dan dia terlalu gegabah untuk tidak percaya pada perkataan cucuku.

Saat dia sudah pergi, aku mencoba untuk tidak membuatnya risau akan hidupku. Aku berusaha membahagiakan diriku, menjalani hari sebagai seorang wanita tua yang sering dimintai jasanya mendongeng, mungkin karena dulu aku sekolah di pendidikan sastra. Setiap minggu aku mengunjunginya, memberi doa, membawa senyum kebahagiaan yang selalu ia harapkan padaku. 

Aku dan dia, tidak! Hanya aku sendirian, memandangi langit dengan seluit warna orange yang cantik, matahari sedikit lagi tergelincir dan tenggelam, aku menikmati momen itu dengan jiwaku sendiri, tanpa dia, tanpa pria yang aku kenal di stasiun kereta dulu, waktu kereta api terakhir berlalu meninggalkan aku dan dia yang terlambat menumpanginya.

I love you…. 

-------
by Anggita Rezki Amelia

Komentar