nostalgia masa kecil

Asyiknya nostalgia, mengingat kisah lama saat usia masih kanak-kanak, dengan ambisi nomor satunya adalah bermain tanpa kenal waktu. Ya, ingat-ingat masa itu jadi ketawa-ketawa sendiri. Waktu usia saya masih 7 tahun dulu, saya mulai kenal dengan permainan tradisional yang sampai sekarang masih ingat gimana cara memainkannya. Namanya “Pukul nyamuk”, entah dari mana asal muasal permainan ini yang jelas ini permainan bikin melek dan buat jantung mau copot. Ya, dalam permainan pukul nyamuk ini, tiap orang harus berhati-hati melewati dua orang yang tengah berdiri ibarat dua pengawal pintu gerbang kerajaan. Nah, bagi yang jaga, maka kedua telapak tangan mereka harus menempel rapat dengan mata yang terpejam. Antara satu orang dan satunya lagi berjarak sekitar 1,5 m dan tidak boleh memalingkan wajah ke kiri maupun kanan. Haha….

Pukul nyamuk memang unik, nah para pemain yang tidak kena jaga harus melewati dua orang penjaga tersebut dengan berdiri  di belakang mereka. Yang bikin jantungan itu adalah momen saat pemain mulai mencoba menembus dua orang penjaga yang matanya terpejam itu. hati-hati, hampir setiap beberapa detik sekali secara berulang kedua penjaga tersebut merentangkan sebelah tangan mereka baik kiri maupun kanan untuk menghadang mereka yang akan melewati lintasan. Seru kan? Ahaha….banyak loh dari para pemain yang gagal karena kena sentuhan tangan para penjaga. Nah, dari kena sentuhan itulah maka permainan ini dinamakan pukul nyamuk. Mungkin para pemainnya diibaratkan nyamuk ya :D

Selain pukul nyamuk ada juga petak umpet, tapi di daerah saya, Aceh, petak umpet sering disebut sebagai istilah “Pet pet pong”. Pet artinya menutup mata, dan pong artinya ucapan seorang penjaga yang berhasil menyebutkan nama para pemain yang terlihat oleh penglihatannya.

Pasti semua orang sudah tahu petak umpet itu bagaimana tata cara bermainnya. Dimulai dengan menentukan siapa yang jaga dan yang sembunyi lewat hompimpa. Nah, kalau udah jadi penjaga, maka harus menutup mata minimal sampai hitungan ke 10, lalu sang penjaga boleh membuka matanya dan mencari para pemain lain yang sudah lenyap bersembunyi. Umumnya, penjaga pong memejamkan matanya di balik tubuh pohon sembari menghitung mundur.

ini dia petak umpet (sumber gambar : satucl.wordpress.com)

Banyak lagi nih yang masih mau dinostalgiakan, diantaranya bermain “sembunyi lidi”. Nah, ini permainan umumnya dimainkan dibawah teduhnya pohon besar yang rindang. Simple sih cara bermainnya,  Cuma menggambar apa saja baik itu rumah, manusia, makanan, maupun hewan. Nah, yang bikin keren gambarnya bukan pakai pulpen di atas sehelai kertas. Tapi memakai sebatang lidi di atas permukaan tanah. Tentunya saat menggambar lidinya harus di tekan lebih kuat agar sketsa gambarnya terlihat jelas.

Usai menggambar, baru deh mulai menyembunyikan sepotong lidi berukuran jari kelingking ke dalam tanah. Dengan syarat lidi tersebut ditanam disekitar gambar yang kita buat. Tidak boleh jauh dari jangkauan. :D

Nah, para pemain juga tidak diperkenankan menggambar berdekatan dengan pemain lainnya. Soalnya nanti bisa ketahuan dimana lidi-lidi itu disembunyikan. Uniknya, gambar yang sudah terealisasikan di permukaan tanah dengan saat eksotis harus teracak-acak oleh tangan para pemain lain yang mencari harta bernama “lidi” di sekitar gambar. Ya, ini resikonya. Dan para pemain tampak fair-fair saja dengan ancaman seperti itu. haha :D

Wuiiihh…..belum sampai disitu, ada yang namanya “main karet” atau umumnya disebut loncat tali. Alatnya yaitu karet yang diikat sepanjang- panjangnya agar bisa diputar, bisa juga dibuat formasi karet sate padang. Ahaha….semuanya serba unik. Tapi, bermain karet sepertinya sudah umum disukai anak-anak kecil sampai umur beranjak 12 tahun. Tapi kalau saya pribadi, main Karet tetap menjadi prioritas walau dulu sudah berumur 14 tahun. Haha.. “:D

yiihaaa..loncat main karett (sumber gambar :kaskus.co.id)


*Jeda dulu capek *

Baiklah kita sambung lagi pemirsa-pemirsa…

Ahahaa :D

Kali ini bermain lebih elegan lagi, yakni hanya wanita saja yang boleh bermain permainan ini dan para lelaki jangan coba-coba menirukannya. Yaa,, sebab bagi para lelaki yang mau bermain permainan ini maka dapat disebut banci atau bencong atau waria atau halah, :D

Permainan ini namanya “bongkar pasang”, istilah yang sering saya dengar di daerah saya tinggal. Alat dan bahannya adalah kertas dan karton yang tidak terpakai lalu digunting menyerupai miniatur kursi, meja, tv, maupun tempat tidur. Sudah terbayangkah permainan apa ini?

Ya, bongkar pasang adalah permainan yang mengedepankan drama atau sandiwara. Dimana setiap orang harus mampu membuat skenario cerita pada tokoh-tokoh yang ia mainkan. Bongkar pasang mempunyai satu atau dua orang tokoh  berwajah animasi kartun yang didominasi berjenis kelamin wanita. Nah, tokoh-tokoh itu terukir dari sebuah kertas kartun yang tipis, mempunyai banyak baju-baju pesta yang juga berasal dari kertas kartun. Dulu setiap satu kertas kartun bongkar pasang dihargai sekitar 500 rupiah. Masih murah-murahnya pemirsa. Bahkan seribu rupiah bisa dapat tiga bongkar pasang. :D

Ini dia si bongkar pasang yang penuh segudang skenario cerita (sumber gambar : ahmedfikreatif.wordpress.com)

Dinamakan bongkar pasang, karena para tokoh tersebut dapat bergonta ganti pakaian sesuai momen yang ada. Ada baju pesta, baju memasak, baju tidur, bahkan jenis baju-baju lainnya.

 
Wokeh deh, kalau yang satu ini bikin semangat lagi. permainan “engklek”. Jujur ini permainan bikin melek karena sangat seru.  Para pemain boleh terdiri dari dua atau lebih dimana berusaha melompati banyak kotak-kotak. Sesekali harus dengan satu kaki, dan sesekali harus melompat dengan dua kaki, semua tergantung kotaknya seperti apa. Kalau saya dulu, permainan engklek dimulai dengan melemparkan pecahan keramik yang bentuknya kurang lebih seperti persegi. Dimulai dengan melempar dari kotak pertama hingga kotak terakhir. Syaratnya, pecahan keramik tidak boleh melanggar garis kotak,  sebab dapat menyebabkan pemain gagal dan bisa jadi tertiggal dengan pemain lainnya.

Oke oke…

Saya jadi teringat sebuah permainan yang gak kalah seru lagi kocak antara saya dan teman-teman SD dulu saat jam istirahat. Namanya “Main guli”. Haha..guli alias kelereng memang menyita perhatian warga SD saya dulunya. Malah pedagang kelereng laris manis menjual kelereng-kelerengnya yang bervariasi akan warna. Tiap-tiap murid pasti punya stok guli masing-masing, bagi yang “talo” alias kalah maka harus menyerahkan beberapa anak gulinya ke orang lain yang menjadi pemenang. 

anak-anak main guli (sumber gambar : tribunnews.com)


“TAKKK,” kelereng satu dan kelereng lawan sudah saling bersentuhan hingga menimbulkan bunyi gemeretak yang membuat suasana bermain guli kian seru. Tanpa peduli kasta, warna kulit, bahkan gender, semuanya asyik bermain guli bersama,  dan tentunya semua punya stok guli masing-masing. 
Hehe….benar-benar geli ingat momen ini lagi :D

Lain guli, ada lagi kisah kocak kalau lagi kehabisan stok kerjaan. Apalagi kalau bukan menangkap ikan gobi yang lalu lalang di got sekolah. Benar-benar nista dan kotor sekali sih, tapi kegiatan ini amat disenangi saat SD. Padahal, ikan gobi saja tidak bisa tumbuh besar dan hanya bertumbuh segitu-gitu saja. :D

Pokoknya kisah zaman saya SD dulu adalah hal yang membuat saya geli selalu kalau diingat. Masih sangat natural, kekanak-kanakan, lari sana-sini, bahkan gak pernah takut kulit hitam atau wajah jadi kusam. Semuanya natural, semuanya serba ingin tahu, dan semuanya rela bermain walau dimarahi orangtua sepulangnya. Ahaha :D

Presiden Soeharto (sumber gambar : politik.kompasiana.com)

So different, beda dan beda sekali dengan fenomena zaman sekarang. Anak-anak SD jadi lebih doyan gangnam style ketimbang lompat karet, atau anak-anak SD lebih senang nonton drama Korea dari pada meracik cerita dalam drama singkat bongkar pasang, atau pun anak-anak sekarang lebih doyan lagu-lagu NOAH ketimbang bintang kejora, atau geliat anak-anak sekarang yang lebih senang bermain game internet dari pada game tradisional yang buat deg-degan, seperti pukul nyamuk.
Well, semua udah berganti. Tidak sama seperti tahun saya masuk SD dulu, waktu rezim Soeharto runtuh tahun 1998. Ya, walau dulu saya tidak ngerti dan tidak peduli politik-politik para pejabat, yang ada dipikiran saya hanya bersenang-senang, bermain dengan teman, bersenda gurau bersama, bermain sepeda kesana-kemari, dan tertawa riang.

I remember about my child period moment
When I was child and very happy to enjoy my life without problems, I miss these moment so much, such I miss my favorite song in old time..

Ambilkan bulan bu…
Ambilkan bulan bu..
Yang selalu bersinar di langit…
Ambilkan bulan bu…
Untuk menerangi…
Tidurku yang lelap di malam gelap…. (Ambilkan bulan- AT.Mahmud)

----------------------------------
by : @anggitaryeowook

Komentar