WELCOME IDUL FITRI


Lelah…

Ini saatnya untuk rehat sejenak menikmati seperempat malam yang akan usai dengan menulis beberapa kalimat, sekarang sudah lewat pukul 00.00 WIB, itu artinya hari minggu sudah datang menyapa bumi. Akhirnya rumah sudah beres, segala hal sudah tertata dengan apik, begitu pula dengan sajian lontong sayur untuk santapan esok hari. Ini semua berkat kerja keras Bunda, dialah orang yang berjuang membuat makanan tersebut, aku malah harus banyak belajar dengan ibuku itu, maklum! urusan dapur masih belum mencapai persentase 99 %..hihi J

Di luar suasana masih dibalut gema takbir, malam yang syahdu yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Mengagungkan nama Ilahi untuk satu momen berharga yang disambut ramai umat islam. dialah IDUL FITRI, hari kemenangan.


masjid raya baiturrahman banda aceh sumber : google.com


Entahlah, hati ini merasa sedih dan kecewa. Sedih karena ramadhan sudah berakhir, dan kecewa dengan amaliah Ramadan yang kuakui masih sangat minim kulaksanakan di bulan mulia ini. Ketika Allah SWT telah memberikan kita kesehatan dan rezeki. Lantas mengapa diri ini malas untuk beribadah pada-Nya? Ya Allah…maafkanlah segala dosa yang hamba perbuat selama ini…

Beberapa saat yang lalu ketika asyik memasak hidangan lontong, bunda sempat melontarkan pernyataannya yang menyayangkan anak-anak zaman kini yang tak lagi menyemarakkan malam takbiran dengan takbir. Ketika bunyi ledakan petasan membahana di mana-mana dan sesekali memekakkan gendang telinga menjadi prioritas. Riuh tawa bocah-bocah yang serba latah mengikuti arus tren memang susah di cegah, dulunya hanya kembang api yang dalam tempo 1 menit cahaya keemasan yang ditimbulkkannya padam seketika. Kini, petasan yang membahayakan jiwa menjadi sorotan bahkan menjadi sarana wajib menghiasi malam lebaran. Ironis lagi miris!

Takbir hanya bergema dari rumah-rumah, mesjid, musolla, atau jalan-jalan kota, lantas adakah yang memaknai atau menghayati takbir itu sendiri? Yang terlihat hanyalah gelak tawa asyik menikmati panorama langit penuh cahaya dengan bunyi-bunyi semraut yang terkadang menjadi maut. Lalu, bagaimana dengan gema takbirnya? Sepertinya petasan itu bagai mengunci mulut  rapat.
                
Aku juga sempat melihat program TV di beberapa stasiun TV secara acak usai isya tadi, ada yang menampilkan siraman rohani, tablik akbar, dan acara konser besar dengan tema besar “Hari kemenangan”. Ada yang ganjil lagi membuat risih melihat rentetan acara yang menampilkan penyanyi dengan membawakan lagu yang lebih dominan keluar dari tema besar. Lagu cinta-cintaan dibawakan penyanyi berkerudung dan berkopiah di atas panggung yang katanya adalah sebuah konser musik menyambut lebaran. Kemana lagu religinya? Hal yang ganjil namun diterima manis oleh massa. Inikah namanya pembodohan? Atau inikah yang disebut era modern? Specify your choice, guys!          
                
And now, what is the meaning of celebrate idul Fitri? Is it Just to wear new dress, new shoes, new house, or other?  as Islam's people, we feel comfort to celebrate it when we know the meaning of story during ramadhan, and how to manage our attitude to be a good Muslim after that. So, the choice it's in your hand…just to choose and do! ^__^

Tar…Tar….Tar….

Petasan masih eksis mengelabui gelap malam yang sayang diisi dengan bunyi-bunyian serba mengejutkan itu. Petasan hanya untuk menyemarakkan saja sudah lebih dari cukup, tapi kalau semalam suntuk? Pemborosan sekaligus pencemaran udara juga kan? Hmm.. pilihan lagi-lagi ada di tangan orang tua yang harus jeli membimbing anaknya, si kakak atau abang yang harus memberi wawasan berharga tentang arti petasan pada adiknya, atau kakek dan nenek yang lebih berpengalaman berbagi kisah pada cucunya tentang bahaya petasan, bahkan peran guru dan juga masyarakat. Lalu, masih mau main petasan lagi? sepertinya membakar pucuk lilin lalu berkeliling kampung sembari takbiran lebih anggun dan bijaksana mungkin, hmm… ^___^

                Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H
                Mohon maaf lahir batin teman-teman semua
                By Anggita Rezki Amelia

Komentar