PRINCESS SAKURA

By  Anggita Rezki Amelia

awalnya ini cerpen diikutsertakan dalam sebuah lomba cerpen, uppss..sayangnya belum berhasil dimuat. tapi gak papa, it's ok! hehe...
^___^

            Sungai itu membawaku ke 2 tahun lalu, Mey memercikkan air ke wajahku terus menerus, ia tertawa lepas dan merasa bahagia. Rambutnya mulai terlihat basah. Tiba-tiba saja Wiga ikut-ikutan menyerangku. Mereka berdua terlihat kompak mengerjaiku, jadilah tubuhku yang basah kuyup.

            “Kalau begini kan adil jadinya, ya kan Ma?” Mey bergumam nyaring. Ia menarik tanganku duduk di sebuah batu besar. “Ma, disini enak banget!” serunya bersemangat, kami berdua menikmati beberapa tusuk sate dari rumah. Aku sendiri bingung, sebenarnya ingin membekali piknik kali ini dengan ayam atau ikan panggang. Sayangnya Wiga terlalu sibuk untuk menyisihkan hari-hari lelahnya di kantor, aku rasa hari itu adalah hari yang baik untuk bersenang-senang.

sumber gambar www.google.co.id

            Hello!! Ladys!!!” serentak wajahku dan Mey berbalik mencari suara, Wiga dengan cepat merekam gambar kami dengan kondisi wajah yang aneh. “Papa,,,hapus-hapus! Masa wajah lagi jelek difoto? Ulang-ulang” Mey berkilah. Hampir saja ia terpeleset dari batu. “Iya-iya….diulang deh!” Wiga tampak tertawa memandangi frame kameranya, mungkin ia tak tahan melihat gambar yang baru saja ia abadikan.

            Aku langsung tersentak kaget jika ingat seekor monyet mengganggu Mey, waktu itu ia tengah asyik memberi makan beberapa Monyet liar saat perjalanan ke puncak. Belum pernah kulihat Mey se-antusias itu memberi makan hewan, terlebih monyet-monyet liar. Wiga sempat khawatir, namun ia percaya Mey berhasil memberi makan hewan-hewan itu.

            Saat langkah kaki Mey beranjak menuju mobil, seekor monyet betina mengikutinya. Langkah demi langkah hingga saat itu juga Mey semakin ketakutan. Aku menyaksikan hal itu dari balik kaca mobil, kulirik Wiga memintanya turun menemui Mey.

            “Mamaaaaaaaaaaaaaaaa……..” dugaanku ternyata benar. Mey histeris, monyet itu menarik ujung bajunya.

            Aksi Wiga berhasil terekam dalam benakku, ia turun dari mobil dan langsung menyelamatkan Mey. Anakku harus rela melepas beberapa sobekan baju akibat ulah sang monyet. Mereka malah ingin mengejar kami. Saat Wiga dan Mey berhasil masuk, dengan lantang mobil melaju cepat.

            “Mamaaaa…..” iya memelukku takut.

***
  
          “Subete watashi no sei[1]ia melirikku lama.
           
            “Go yōsha kudasai[2] matanya berbinar.
           
            “Shōjikina[3]. . . .” gadis itu terlihat bersungguh-sungguh.
           
            “aishiteru[4]....” tutupnya menjiwai.

      “Yeiiiiiii……..very nice Honey!!!” sambutku sembari menancapkan pelukan padanya, ia girang bukan main.
           
            “Bagus banget ya Ma? Gimana? Gimana? Ekspresi Mey tadi menjiwai gak?” tanpa sadar ia mengguncang-guncang tubuhku.

            “Perfect honey!! Mama yakin drama ‘Princess Sakura’ bakal sukses. Lihat saja, Mama dan Papa akan duduk paling depan nanti” kutarik kedua pipinya gemas.

            “Mamaaaaa!!!! Love you so much!!” ia mencium kedua pipiku, gadis kecilku ditantang berperan menjadi seorang putri Sakura oleh pihak teater sekolah. Hari itu ia senang bukan main ketika tahu ia terpilih menjadi seorang putri, Mey mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Setiap kutanya mengapa, ia selalu menjawab hal yang serupa, “Putri Sakura adalah putri yang suka membantu kedua orang tuanya” cetusnya tersenyum.

            Benar saja, usai melihat penampilan menakjubkan Meyza, aku dan Wiga takjub melihatnya di atas panggung. Berbalut pakaian putri ala Jepang, riasan yang menawan, juga kekuatan intonasi Jepangnya yang sangat kuakui, putriku benar-benar menjiwai perannya. Hallo, Putri Sakura

            “Sayonara!!!![5] senyumnya merekah diikuti lambaian tangan pemain lainnya, gadisku berdiri ditengah-tengah mereka. Deru tepuk tangan membahana gedung sekolah, semua berakhir ketika tirai ditutup pelan.

***
            Dapur yang tadinya berantakan sudah tertata apik, minggu yang santai bersama Wiga. Kami melewati pagi yang dingin dengan menyeruput secangkir teh bersama. Hujan deras membangkitkan aroma tanah yang khas, sudah sebulan lebih air langit tak jua memperlihatkan kharismanya.

            “Ma, kok gak diangkat sih?” bunyi sms yang baru saja kubaca.

            “Ya ampun!! Maaf, maaf!!” gerutuku sedikit panik, tanpa pikir panjang, aku menarik tangan Wiga cekatan.

“Mau kemana sih Ma?” tanyanya polos.
            
             “Meyza udah rewel tuh! Mama lupa hari ini dia minta webcam-an.”
          
         Wiga menyalakan notebook-nya, beberapa saat kemudian wajah Mey terlihat jelas. Ia sedikit gusar dan tengah memakai syal yang melilit lehernya.
    
     “Kemana aja sih Ma, Pa? kan udah janji semalam mau webcam-an!!” suara diseberang sana membuatku sadar akan kekhilafanku melupakan janji.

           “Maklum, sudah beruban gini ya jelas suka lupa deh!!” kilahku bercanda.

            Tiba-tiba wajahnya tak lagi gusar, Mey mulai bersemangat di seberang sana. Aku yakin hari ini ia akan bercerita hal-hal menarik lainnya. “Ma, Pa! lihat dibelakangku apa? ayo tebakk!!” suara khas itu menempel erat dibenakku.

            Wiga tampak serius memperhatikan monitor, “Gunung fuji, iya kan?” aku seperti melihat adegan tebak-tebakan antara mereka berdua.

            “Papa, hebattt!!!!!” tepuk tangan dan suara kencang dari Mey membuat kami berdua tertawa. Ya, anakku tengah berdiri di sebuah kuil yang dekat dengan gunung Fuji. Pemandangan yang indah diikuti salju yang tidak terlalu deras. Gadisku kini berada disana dan sudah melihat salju-salju turun setiap tahunnya.

            “Maaaaa!! Mey rindu sayur lodehnya Mama!! Ikan sambal pedas manis Mama juga bikin Mey rindu” ia bersuara lagi.

            “Sabarrr sayang!!! Tahun depan Mey pulang kan?” Wiga menatapnya lama. Mey mengangguk setuju, ia mulai duduk rehat di sebuah kursi dan kembali fokus menatap lensa kamera.

            “Putri Sakura adalah putri yang suka membantu kedua orang tuanya, iya kan??” cetusnya tertawa kecil. Andai saja gadis itu ada di sebelahku, mungkin pipinya sudah bengkak karena cubitan gemasku.

            “Miss you Princess Sakura!!!” celetukku genit.

           
SELESAI


[1] “Semua salahku” Bahasa Jepang
[2] “Maafkan aku” Bahasa Jepang
[3] “Jujur” Bahasa Jepang
[4] “aku mencintaimu” Bahasa Jepang
[5] “sampai jumpa”, Bahasa Jepang


Komentar