kyoto

BY ANGGITA REZKI AMELIA

                Angin bertiup pelan mengusik rambutnya, memberi rasa sejuk dan dingin usai diterpa hujan lebat yang membangkitkan aroma tanah yang khas. Matanya sibuk menatap jalanan yang lengah, sebuah bus baru saja pergi usai menurunkan beberapa penumpang di pinggiran halte. Tak ada yang berubah disini, masih dengan warna hutan yang segar, orang-orang yang bersikap santun, kehangatan, ketenangan, dan senyuman ramah setiap kali kusapa mereka dengan sebutan “Ohayo Gozaimasu.”


Sumber gambar www.google.co.id


***

                Lima belas menit lagi, Kyuhyun merapikan dasinya dan sibuk bercermin. “Hyung, aku tampan ya?” sebutnya asal.

                Kuacungkan jempolku tanpa berkata banyak, Ibu datang tiba-tiba dan langsung memeluk Kyuhyun lama. “Ini baru anakku! Cepat juga kau berdandan” celetuk Ibu mencubit pipinya gemas.

                Mobil Ayah melaju pelan di garis normal, sosoknya yang tenang sangat fokus menatap lalu lintas tanpa menimbulkan suara riuh di dalamnya. Kulirik Ayah di sebelah kiriku, “Ayah, Hyung serius sekali melihatmu..” Kyuhyun mengejutkanku lewat kalimatnya, tampak Ibu tertawa kecil membangkitkan suasana hening menjadi berwarna.

                Tak ada yang lebih bernilai dalam hidupku kecuali melihat Kyuhyun menamatkan kuliahnya dengan nilai yang nyaris sempurna. Ibu dan Ayah tak henti memeluknya, begitu pula aku. Kurapikan dasinya yang mulai lengah, “Kau benar-benar si jagoan yang tampan..” sambutku mengacak rambutnya pelan.

                ***

                Mataku menangkap bayang-bayang Kyu melintas di hadapanku, bermodal sebentuk topeng ksatria ia sibuk memainkan pedang tiruannya menganggapku salah satu musuh yang diutus untuk melawannya.

                “Kemari kau penjahat!!” teriaknya lantang mencoba menusuk ujung pedang tumpul itu ke arah perutku.

                Kyu menari hula-hula saat ia berhasil mengalahkanku, tentu saja hal itu terjadi 
karena dia memaksaku untuk kalah, “Hyung, kalau kau mau kalah, aku akan traktir es krim nanti sore! Uang tabunganku selama seminggu lohh” serunya bangga.

                Ia memaksaku untuk menari tarian adat korea, sangat mengasyikkan sekaligus menghibur untuk dua orang anak SD yang masih ingusan dan belum terlalu hafal lagu-lagu orang dewasa atau mengenal soju untuk tenggelam dalam mimpi sesaat.

                ***

                Pepohonan berjejer rapi di kawasan hutan yang memberikan kesegaran udaranya pada kami. walaupun umurku dan Kyu terpaut 4 tahun, terkadang laki-laki itu sering memanggil namaku saja dan terbiasa untuk menyamakanku seperti teman sekelasnya di SMA Yorum.

                Saling kejar-kejaran masih menjadi rutinitas kami walau pun tubuhku sudah mulai menua, daguku  mulai dipadati jenggot hitam yang sering di perolokkan Kyu di lain kesempatan. Ibu dan Ayah sangat senang dengan kelulusan dan prestasiku yang mulai meniti karir di sebuah perusahaan Travel terkemuka.

                Awalnya, aku tak menyangka dengan realita hidupku yang dulu terlahir prematur dan mengalami kebutaan saat berumur satu tahun. Ibu sempat pasrah pada Tuhan, hingga di usia Kyuhyun memasuki umur 6 tahun, seorang pendonor asal Busan yang sangat membutuhkan biaya hidup dan juga memiliki retina mata yang sesuai dengan kondisi fisikku menjadi hadiah terindah dalam hidupku. 3 Maret 15 tahun yang lalu, akhirnya mata ini dapat memandang dengan jelas siapa Ibu, Ayah, dan juga lelaki tampan bernama Kyuhyun, seorang adik yang senantiasa menghapus air mataku saat sedih, saat rasa takut dan putus asa membelenggu diriku.

                Keputusan konkritku awalnya ditentang pihak keluarga, namun hari itu aku mampu membendung air mata dan pergi dari hadapan mereka untuk waktu yang cukup lama. Masa-masa indah bersama Kyuhyun tak akan pernah kulupakan, bahkan aku sangat bahagia saat Kyu mulai disibukkan dengan aktifitas barunya, sebuah cita-cita masa kecil, sebuah profesi penuh tantangan dan menyangkut nyawa, sebuah profesi yang mana jika Kyu tahu alasan utamaku meninggalkan Seoul akan semakin membuatnya menderita.

                Tak ada ekspresi saat dokter memvonis tubuhku diserang kanker yang sudah menjalar cepat, kuundurkan diri dari perusahaan dengan menyisakan sedikit tabungan yang kurasa cukup untuk membentang kehidupan baru di Kyoto, Jepang. Cukup berhasil memanipulasi tubuhku yang terlihat bugar di detik-detik akhir wajahku yang bersinar di hadapan mereka yang kucinta. Padatnya Incheon hari itu menjadi pertemuan terakhirku, pelukan terakhirku untuk Kyuhyun yang menangis hebat di usianya yang baru memasuki 24 tahun.  Kusimpan semuanya dalam sendiriku, dalam tubuhku yang sakit, dalam benakku yang beku, dalam langkahku yang semakin takut.

                “Jangan cemaskan aku, sebenarnya aku takut Kyu! Bukan takut karena mati, tapi takut karena tak bisa lagi bersamamu, tak bisa lagi memelukmu, tak bisa lagi bercerita denganmu…..” hatiku berbisik, kepeluk Kyuhyun begitu erat, hingga janji pun kulanggar,  tangisku meledak.

***

                Jauh dari kebisingan, sangat tepat rasanya memanjatkan doa untuk terakhir kalinya. Wajahnya tersenyum diikuti gadis kecil dengan gaun berwarna toska. Setelah berhasil melewati ilalang yang tidak terlalu tinggi di sebuah kaki perbukitan Kyoto, Kyuhyun mengajak duduk gadis kecilnya.

                Kembali hening tanpa seruan kata, Sarah terlihat mengiba saat wajah sang Ayah dipenuhi air mata. Nisan itu ditatapnya kembali, Kyuhyun hanyut dalam kerinduannya yang mendalam, kerinduan yang tersimpan namun tak mampu di jemput.

                “Heechul Hyung, terima kasih telah menyebutku si jagoan tampan” kupeluk Sarah, kali ini senja di ufuk barat sana memberi isyarat untuk kembali pulang.

 THE END

Main cast : Heechul, Kyuhyun super junior
Genre        : sad, family…

Komentar