Pendidikan, Modal Utama Bangsa
Jika
berbicara Indonesia, maka yang sering terbesit di benak tiap orang adalah
bobroknya sistem imun Bangsa ini. Negara super kaya dengan 17,508 pulau yang membentak sepanjang
Sabang-Marauke bagai ternodai oleh citra manusia yang duduk di atasnya.
Korupsi, musuh nyata yang menggerogoti intelektual-intelektual Indonesia untuk
menghalalkan segala cara mendapatkan kekuasaan semata. Jika yang berkuasa
tengah berleha-leha menikmati hasil korupsi, siapa yang tahu kalau di sudut
desa kecil, di sebuah bangunan reyot yang dinding kayunya mulai lapuk diserang
badai hujan dan panasnya mentari, masih menyisakan beberapa manusia-manusia
cilik yang hafal lagu nasional “Indonesia Raya”. Mereka, para generasi baru bangsa yang
belajar dengan tekun meraih cita, dengan segala keterbatasan, mereka berjuang.
Lantas, sudah meratakah roda pendidikan di Indonesia?
sumber gambar : saksuk.com |
Negara Finlandia, semua orang pasti
sudah tahu Negara tersebut menjadi juara satu pendidikan terbaik se-dunia,
bahkan turut mengalahkan Negara adidaya, Amerika Serikat. Kualitas pendidikan
yang mumpuni, sistem belajar yang fokus dan terarah, dan yang terpenting, tidak
ada Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) di Negara yang terkenal dengan ribuan
danaunya itu.
Indonesia yang kini masih berada di
posisi 69 dalam hal kualitas pendidikan tingkat dunia, bukanlah hal terlambat
jika ingin berbenah ke arah yang lebih mapan. Sayangnya, Kita masih menjumpai
tradisi turun-temurun dalam dunia pendidikan Indonesia. Bayangkan saja, jika
setiap pergantian kurikulum, buku-buku paket di setiap sekolah berganti penerbit.
Konten di dalamnya juga hanya dirubah sekenanya saja. Bagaimana orang tua murid
dapat tenang memikirkan biaya sekolah anaknya, jika buku milik kakaknya yang
baru naik kelas kemarin sudah tidak bisa terpakai lagi oleh si adik? Inilah
realitasnya, ketika siswa hanya bisa terpaku dengan buku paket dan metode
ceramah yang monoton dari guru.
Tentunya,
jika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dikelola dengan baik, sungguh dapat
menciptakan nuansa sekolah yang sejahtera pastinya. Orang tua tak lagi resah dengan
dana pendidikan, atau jika tidak digratiskan, minimal dapat dikalkulasi ulang
untuk memberi keringanan biaya dalam menempuh pendidikan anak.
Kita
perlu membangun rancangan pendidikan yang lebih merata ke setiap peserta didik.
Baik dari tingkat dasar hingga universitas. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
yang menghapus pasal tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di
UU Sisdiknas tentu berdampak baik bagi setiap sekolah di nusantara. Intinya
untuk menghilangkan kastanisasi setiap sekolah. Namun, perlu diingat, jika RSBI
sudah dihapus, maka kinerja pemerintah dalam menyamaratakan sistem pendidikan
di Indonesia tentu harus direalisasikan secepatnya. Mengingat banyak anak-anak
Indonesia yang hingga kini juga belum pernah merasakan pergi ke sekolah untuk
belajar.
Memberikan
kekebebasan guru untuk mengatur kurikulum sesuai kemampuan siswa kiranya dapat
menjadi alternatif untuk mendongkrak sumber daya manusia yang baik dan benar.
Sebab guru merupakan aktor yang mempunyai peran besar dalam dunia pendidikan. Guru
yang membantu siswa-siswinya secara bertahap mengenal ilmu pengetahuan,
membentuk karakter siswa yang patuh pada Tuhan dan Negara, juga membantu siswa menemukan passion mereka di masa depan.
Oleh
karena itu, kualitas terbaik dari pengajar atau guru menjadi syarat mutlak
untuk menjadi penuntun para peserta didik semasa mereka mengenyam dunia
pendidikan. Rasanya, metode ceramah dalam proses belajar-mengajar bisa diganti
dengan metode komunikasi dua arah yang tentunya lebih cepat mendapat respon.
Belum lagi, siswa sekolah umumnya lebih tertarik mengaplikasikan ilmu yang
mereka dapat ketimbang hanya memindahkan teori yang mereka pelajari ke dalam
buku catatan. Sehingga, tidak ada lagi fenomenal peserta didik yang asyik
bermain ponsel karena bosan di kelas.
Menciptakan
rona belajar yang interaktif, santai, dan penuh ilmu harus dapat hidup di dunia
pendidikan Indonesia. Pasantren Gontor Jawa Timur misalnya, dapat menjadi
inspirasi untuk membangun sistem pendidikan modern berbasis agama. Alangkah mulianya
insan bumi jika dapat mengaplikasikan ilmunya ke segala penjuru yang tidak
merugikan orang lain. Hingga tak ada lagi kosakata korupsi dibenak setiap
orang. Semua berjalan dengan jujur, sesuai dengan ciri seorang intelektual
sejati. Benar bukan?
Ingatlah,
Pasal 31 UUD 1945 yang menegaskan
tentang hak-hak asasi di bidang pendidikan, dimana tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran. Karenanya, sudah jelas pendidikan adalah mutlak
menjadi modal utama negeri ini.
Jangan
biarkan Indonesia yang kaya raya ini harus berhenti langkahnya di tahun-tahun
yang akan datang karena ulah manusia di atasnya yang tidak peka terhadap
bangsa. Mulai dari memperbaiki sistem pendidikan adalah langkah awal, dimana
putra-putri Indonesia belajar menggapai asa mereka. Hidup bergerak dinamis,
menyikapi pergerakan dinamis dalam hidup juga penting untuk dipilah-pilah.
Intinya, meniru yang baik dan buang yang buruk. Dengan begitu, Indonesia 2020
bisa meraih emas yang diimpikan.
----------------
Anggita Rezki Amelia
Komentar
Posting Komentar