supermoon
Tatkala malam telah datang mengisi ruang waktu di bumi, aku termangu
menatap bintang yang kerlipnya terus saja menggoda penglihatanku. Supermoon
amat cantik bersanding di tengah-tengah kawanan bintang, paras nan
cantik itu mampu membuatku betah untuk berlama-lama menyaksikan malam
yang hening lewat nyanyian angin.
“Kau bilang apa tadi?” Supermoon?” sambut suara di seberang sana.
“Iya, bulan yang kau suka kan? Ayolah Nay, intip saja sedikit kalau kau masih ragu. Benar-benar cantik loh!” paksaku cepat.
Nayla menghela nafas, ia sempat terdiam sejenak lalu melanjutkan suaranya yang terputus.
“Kau saja Ka! Aku, aku lelah! Sampai jumpa besok ya…” Klik. Aku tak bisa berteriak lagi memanggil Nayla, wanita itu menutup sambungan teleponku yang tidak terlalu lama, Nay, kau kenapa?
sumber gambar www.google.co.id |
***
Aku bingung, pikiranku mulai kacau dan tubuhku jelas
sempoyongan. Benar saja kepalaku sakit, tapi bukan karena terlalu sering
memikirkan tugas kantor. Kepalaku sakit karena malam ini super moon
datang, dan aku tidak mau mengintipnya walau sekedar dari balik jendela.
Aku teringat Mama, Papa kan Kak Mira. Tiga orang yang selama ini sangat jarang menghubungiku.
“Nayla, bisakah kau tidak selalu menghubungiku? Aku juga punya aktifitas yang padat, 2 hari lagi aku harus casting di
puncak untuk debut majalah terbaru perusahaan kami” Mira amat jengkel
menerima teleponku 4 bulan yang lalu. Sejak saat itu aku benci
menghubungi Mira, kakak yang selama ini sayang padaku namun berubah
menjadi ambisius tak menentu.
Lain Mira, lain pula Mamaku, Hilza. Sejak cerai dengan
Papa 2 tahun silam, Mama pergi ke Amsterdam dan menikah dengan orang
lokal disana. Aku hanya dikirimi foto pernikahan mereka via e-mail.
Bahkan sekarang Mama sudah memiliki momongan yang baru berusia 1 tahun.
Tapi hatiku belum mampu menyambut gadis kecil itu sebagai adikku. Namun
yang semakin membuatku benci dengan Mama hanya satu, ia tidak pernah
menghubungiku lagi. Sehingga malam itu aku mencoba menghubungi Mama,
benar! Aku sangat merindukan suara Mama walau hanya terdengar semenit
saja.
“Ma, Mama…halo Ma!” sambutku senang saat telepon mulai tersambung.
“Eh, Nay! Apa kabar sayang? Eh, sebentar ya, Kelly, aduh sayang jangan merangkak kesana” balas Mama tidak fokus.
“Kelly, awas! Awass!!” suara Mama tidak lagi mendekat ke gagang telepon. Sepertinya sedang terjadi sesuatu pada Kelly.
“Gara-gara kamu Nay! Mama jadi gak bisa cegah Kelly..lihat
kan, anak kesayangan Mama ini sampai luka lututnya, arrgghhh…semua
salah kamu Nay!” pekik Mama habis-habisan memarahiku.
“Mama jahat!! Aku benci Mamaaaa!” Klik. Aku
meringis untuk kedua kalinya di saat yang sama, selang beberapa menit
usai menghubungi Mira, aku nekat memencet tombol nomor Mama. Tapi yang
kurasa bukanlah luapan rasa rindu, tapi makian yang sama sekali tidak
ingin kudengar.
“Papaaaa…..” aku menangis hebat saat Papa mengangkat teleponku. Suara khas Papa menenangkan hatiku sejenak.
“Pa, Mama jahat sama Nay…” sebutku tak karuan, Papa
mendengar ceritaku dengan tulus. Ia memberiku motivasi dan menyeruku
untuk terus bersabar. Aku sayang Papa, cuma Papa yang mengerti seorang
Nayla. Alasan Mama yang tidak ingin jatuh miskin sejak Papa di PHK
membuat keduanya bercerai. Papa pergi ke kampung halamannya dan menjadi
seorang petani coklat di Desa kelahirannya dulu. Papa seorang sarjana
pertanian, dan coklat adalah buah favoritnya.
“Supermoon-nya indah ya sayang…” Papa berseru lagi. aku tersenyum. Ya, supermoon malam itu sangat cantik, aku merasa seperti berada di samping Papa.
Tok..tok..tok…
Aku tersadar dari lamunanku, berjalan pelan membuka pintu dan melihat siapa yang datang.
“Mikaaa???”
***
“Nay, kau menangis ya? Nay, kau kenapa?” Mika sangat khawatir melihat air mata Nayla masih bersisa di kedua pipinya.
“Mikaa….” Nayla tak kuasa memeluknya, tangisnya yang tadi
mereda kini kembali merebak. Gadis itu meluapkan emosinya yang tak
tertahankan.
“Ayo lihat supermoon, kali ini kau tidak boleh menolak! Aku bela-belain kemari hanya ingin menikmati supermoon dengan sahabatku yang cengeng ini…” Mika menarik kedua pipi sahabatnya itu.
“Emm….” Nayla mengangguk setuju. Kedua wanita itu langsung menuju atap boarding house
tempat Nayla tinggal. Malam begitu eksotis saat keduanya mendarat di
puncak lantai 4 dengan pemandangan bulan yang tampak besar dari
biasanya.
“Nay….aku ingin malam ini jangan cepat berakhir! Kalau
perlu kita tidur saja disini sampai pagi. Haha…aku tidak bisa
meninggalkan panorama bulan yang indah itu” Mika mengaku sangat bahagia
melihat supermoon.
Tiba-tiba handphone Nayla bordering kencang.
“Halo, Pa!” sambut Nayla girang.
“Supermoon-nya indah ya sayang…” kata-kata itu mengingatkan Nayla tentang 4 bulan silam, tepat di malam supermoon yang sangat menawan itu.
“Papa lihat juga ya? Pa, minggu depan tunggu Nay di kampung yaa…”
THE END
Komentar
Posting Komentar